top of page
Search

Mahkotamu Warisan Bapak, King! 🔥🔥

  • Writer: Pambayung
    Pambayung
  • Feb 12, 2024
  • 3 min read

ree

Ketika dulu ditawari oleh Jepang untuk menjadi raja Indonesia, Soekarno menolak. Selain trauma terhadap monarki Inggris dan Belanda, gagasan Soekarno didasari pada kemantapannya terhadap sistem republik.


Sistem republik memberikan kesempatan yang setara bagi setiap orang yang menginginkan menjadi pemimpin. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang kemudian menyerahkannya kepada mereka yang oleh rakyat dianggap berhak dan berkompeten.

Hak tersebut diperoleh dari mana? Ketika berbicara dalan konteks negara, hak tersebut tentu berasal dari kemenangan pemilu. Calon presiden dan wakil presiden yang lebih banyak dipilih oleh rakyat, lebih berhak memimpin rakyat.


Tapi apa jadinya jika penguasa sebelumnya menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan salah satu calon?


Itulah yang sekarang terjadi di negara kita. Seperti yang sudah pernah saya bahas sebelumnya, Gibran Rakabuming Raka, anak presiden Joko Widodo, maju sebagai calon wakil presiden dengan menabrak banyak sekali aturan. Mulai dari yang paling awal: konstitusi diubah MK untuk menurunkan batasan usia jadi cawapres apabila pernah menduduki jabatan dari pemilu/pilkada. Jangan bingung, karena ketua MK yang mengubah aturan tersebut adalah paman Gibran sendiri.

Hla ini jelas tidak fair. Kok tiba-tiba ada prngecualian khusus pas anaknya presiden mau nyalon?


Bukan hanya itu, pelanggaran lain terjadi ketika presiden bilang dirinya boleh kampanye. Lho memang boleh kampanye, Ndes. Tapi dalam UU disebutkan, doi harus cuti kalau mau kampanye. Sampai sekarang, Pakdhe ndak cuti-cuti. Belum lagi bicara masalah presiden yang berpidato bersama salah satu calon. Pun bikin pose jari pas bawahan-bawahannya di ASN. Represi perangkat desa buat pilih calon tertentu, dan seterusnya dan seterusnya.

Terus, kenapa sih ini dipermasalahkan?


Ha sudah jelas to.

Bayangin kamu nyalon ketua osis SMP. Lawanmu anaknya kepsek. Di aturan sekolah, sebenernya anak kepsek belum boleh nyalonin diri jadi ketua osis soalnya masih kelas 1. Sedang minimal pencalonan itu anak kelas 2. Diubahlah aturan itu sama kepsek. Anak kelas 1 juga boleh nyalon jadi ketua osis, asal sebelumnya sudah jadi ketua kelas. Kepsek paham betul anaknya jadi ketua kelas 1. Maka aturannya diubah seperti itu.


Ngga sampe di situ. Ternyata kepseknya juga sampe cawe-cawe. Doi bilang sama anak kelas 1, kalo ga milih anaknya, nanti sekelas dapet nilai C. Terus pas amanat pembina upacara manggil anaknya ke depan biar semua orang lihat. Terus tiba-tiba ada mekanik masang AC di kelas 2 bilang kalo ini pemberian dari kepsek, bukan dari SPP. Terus ketua kelas 3 bilang ke kelasnya, ada ancaman yang ngga pilih anaknya kepsek nanti ijazahnya ngga dikeluarin. Nah itulah yang sedang terjadi di pilpres kali ini.


"Lho katanya semua orang berhak mencalonkan asal berkompeten?"


Lho ya betul. Yang dipermasalahkan bukan kompeten atau tidaknya Gibran. Tapi cawe-cawe bapak dan pamannya itulo~ Kalo belum jadi penguasa aja aturan ditabrak-tabrakin demi kepentingan pribadi, apa jadinya nanti kalo udah menjabat?


Lanjut ke soal dinasti. Kalau misal beneran kejadian (naudzubillah 😔) Gibran jadi wakil presiden, Indonesia resmi jadi republik rasa kerajaan. Ha gimana, politiknya jadi politik dinasti, je.

Bukan apa-apa, masalahnya nasibmu belum tentu sebaik nasabmu. Iya betul Gibran anaknya Jokowi. Dan iya betul Jokowi udah berjasa banyak. Tapi itu ndak menjadi parameter Gibran kerjanya bakal bener.


Lebih lanjut, politik dinasti akan menimbulkan suatu eksklusivitas di mana pemerintah dipegang oleh golongan itu-itu saja. Keluarga-keluarga sendiri. Ndak fair, dong? Ini kan jelas bertentangan dengan premis republik bahwa kita memberikan kekuasaan kepada mereka yang berhak dan mampu. Bukan pada anak penguasa sebelumnya (itupun dengan aturan yang diobrak-abrik juga).

Kalaupun nanti beneran jadi cawapres (naudzubillah lagi 😔), kita akan melihat contoh nyata kemunduran demokrasi dan republikanisme.


Ini benar-benar membuktikan ada beberapa golongan yang bisa melangkahi aturan dengan ugal-ugalan. Kekuasaan politik yang tersentral di dinasti Jokowi akan membuat kita selangkah lebih dekat menuju Kerajaan Indonesia.

Kalau demikian jadinya nanti, saya tidak akan kaget apabila nanti lebih banyak aturan yang diowahi demi kekuasaan, lebih banyak suara-suara demokrasi yang dibungkam, dan lebih banyak mahkota-mahkota yang diwariskan.

 
 
 

Comments


bottom of page