Untuk Diri
- Pambayung
- Jun 14, 2022
- 2 min read
Sedari awal menulis blog ini, saya niatkan menulis untuk diri sendiri. Mengosongkan pikiran, memutar otak, melegakan hati. Saya menulis untuk itu. Tidak lebih. Syukur-syukur bisa sekalian melenturkan jari. Toh, kegiatan saya di kampus juga mengetik lagi.
Bising suara-suara di pikiran saya perlu diredam. Kalau tak bisa, ya harus saya keluarkan. Mengobrol menjadi salah satu pilihan. Tapi siapa yang mau tiba-tiba diajak ngobrol jam sebelas malam?
Saya tidak bisa mengandalkan orang lain untuk mendengarkan saya. Mereka punya hak untuk menutup telinga. Siapa juga yang mau mengobrolkan hal remeh-temeh seperti yang saya tulis di blog ini?
Manusia tidak selalu mendengarkan saya. Dan mereka memang tidak berkewajiban untuk itu. Tapi lain halnya dengan tulisan. Ia pasti setia mendengarkan. Ia takkan menutup telinga apalagi lari. Ia dengan setia akan mendengarkan setiap bisik jari yang mengetikkan huruf-huruf kecil di malam hari.
Tidak percaya? Contoh saja tulisan ini. Saya bisa leluasa berbicara omong kosong dengan tulisan. Saya tidak yakin bisa mengobrolkan hal seremeh ini dengan manusia lain. Apa yang akan mereka pikirkan?
Tulisan memang selalu mendengarkan. Bangsatnya, ia juga selalu diam. Tidak pernah kudengarnya mendebat atau menyanggah. Hanya "iya" yang dia katakan, pasrah. Beda dengan manusia yang ketika saya bercerita, mereka bisa menjawab. Tulisan tidak bisa.
Tapi, toh sepertinya hal-hal yang saya tulis di sini memang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Kan, memang tujuannya agar residu-residu pikiran seperti tulisan ini bisa keluar dari otak saya, dan saya bisa memfungsikan pemikiran saya tanpa memusingkan hal-hal remeh seperti ini.
Saya membayangkan otak saya seperti blender. Setelah digunakan, pasti ada residu yang tersisa di sistemnya. Residu ini, jika dibiarkan, akan "mencemari" jus saya berikutnya. Jadi ya harus saya keluarkan.
Karena memang tujuan awal saya adalah untuk mengeluarkan residu, saya bisa merasakan kebebasan dari tuntutan dan ekspektasi. Tidak ada yang menuntut tulisan saya harus lebih baik dari yang kemarin dan kemarinnya lagi. Kalau ada yang memuji, sungguh saya syukuri. Tapi tidak pun saya tak ciut hati.
Toh, saya menulis untuk diri sendiri.
Comments