Talkback Elevator Untuk UNAIR, Kenapa Tidak?
- Pambayung
- Aug 15, 2022
- 2 min read
Tingginya kasus covid-19 pada 2020 lalu menuntut berbagai pihak untuk beradaptasi. Tidak terkecuali Universitas Airlangga, yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang berbeda dari sebelumnya.
Sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia, UNAIR sigap dalam beradaptasi dengan keadaan serba terbatas di era pandemi. Nyatanya, pembelajaran tetap bisa dilakukan secara daring. PKKMB Amerta 2020 dan 2021 juga sukses terlaksana secara daring, berikut ribuan mahasiswa yang diluluskan melalui wisuda virtual.
Namun, bagi saya, inovasi Universitas Airlangga yang paling canggih tentu jatuh pada modifikasi lift yang ada di UNAIR.
Elevator yang biasanya menggunakan tombol sentuh, kini menggunakan tombol touchless! Kita tinggal mendekatkan jari ke tombol lift tanpa perlu menyentuhnya, dan voila! Lift akan bergerak sesuai dengan lantai yang kita inginkan. Jujur saja, sebagai orang yang berasal dari desa, saya sempat takjub dengan elevator touchless ini. Huehehehe~
Namun, inovasi seperti ini tidak mungkin ada tanpa efek samping. Tombol konvensional di elevator biasanya dilengkapi dengan huruf braille, yang memudahkan mahasiswa penyandang tunanetra untuk menggunakan lift tersebut dengan mudah. Namun, adanya tombol touchless tentu menghilangkan fitur braille tersebut.

Saya yakin bahwa Universitas Airlangga adalah universitas yang memiliki peran besar untuk merealisasikan SDGs keempat, yakni Quality Education. Pendidikan berkualitas juga harusnya layak dirasakan oleh semua orang, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Dari sini, nampak ada masalah. Inovasi yang dilakukan UNAIR kurang ramah disabilitas.
Sebagai universitas yang senantiasa berupaya menjadi kampus ramah disabilitas, sudah banyak fasilitas khusus yang disediakan oleh UNAIR: tempat parkir khusus, jalur kursi roda, dan lain sebagainya. Kini, sudah waktunya UNAIR naik kelas. World Class University harus didukung oleh World Class Facility.
Terdapat satu fitur yang bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan ini: TalkBack.
Fitur TalkBack sudah ada sejak 2012 di perangkat ponsel pintar Android Jellybean. Fitur ini membantu pengguna android yang memiliki masalah penglihatan untuk tetap bisa mengoperasikan gawainya. Fitur ini akan memberikan sinyal “talkback” kepada pengguna. Sebagai contoh, jika pengguna menekan aplikasi kalkulator, maka ponsel akan berbunyi "Membuka kalkulator".
Lalu, bagaimana cara mengaplikasikan fitur ini di lift? Mudah saja. Ketika tangan berada di depan tombol touchless, akan ada sinyal suara yang mengonfirmasi lantai tujuan. Misalkan tangan kita berada di depan tombol lantai dua, akan muncul suara "Lantai dua."
Untuk mengaktifkan tombol, tahan tangan di depan tombol untuk beberapa saat, hingga terdengar bunyi yang mengonfirmasi pilihan lantai tersebut.Jika ternyata tangan kita berada di depan tombol lantai yang bukan tujuan kita, kita tinggal menggeser tangan ke arah tombol yang lain.
Mudah bukan? Tahan untuk aktivasi, geser untuk membatalkan.
Dengan begini, Universitas Airlangga telah mengurangi ketimpangan sebagai bentuk pengupayaan SDGs poin kesepuluh. Selain itu, keputusan untuk mengembangkan elevator TalkBack juga merupakan kebijakan menuju institusi yang inklusif, sesuai dengan SDGs poin keenam belas.
Sangat setuju dengan artikel ini. Mahasiswa disabilitas adalah mahasiswa, dan mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi: hak untuk belajar di lingkungan yang ramah untuk kondisi mereka. Inklusivitas bukan hanya tanggung jawab individu atau salah satu kelompok, tapi kita semua. I'm rooting for this writer, keep spreading awareness! P.s: riot?