Peluru dan Kuli Tinta.
- Pambayung
- May 12, 2022
- 2 min read
Kalian tahu beritanya. Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis senior Al-Jazeera, terbunuh ketika menjalankan tugasnya. Banyak pihak yang mengatakan bahwa ia adalah salah satu orang yang paling lantang menyuarakan suara Palestina dalam dunia jurnalistik. Kepergiannya disebut-sebut sebagai "pukulan telak bagi kebenaran dan keadilan."
Note:
(Aku tidak akan menuliskan detil, kalian bisa membaca live news dari AlJazeera sendiri di sini)
Jurnalis bertugas untuk "Mencari kebenaran dan melaporkannya (pada khalayak)". Sayangnya, kebenaran tidak selalu disukai semua pihak. Terdapat sejarah panjang mengenai kekerasan yang diterima wartawan ketika berusaha menjalankan tugas tersebut. Abu Akleh menjadi salah satunya.
Koresponden perang, sering disebut dengan wartawan perang, hampir selalu membahayakan keselamatan nyawanya sendiri dalam menjalankan tugas mulianya. Dan hal ini pulalah yang dialami oleh Abu Akleh. Sebuah peluru menembus wajahnya ketika ia mengenakan rompi pers. Tidak mungkin rasanya untuk tidak bisa mengenali pers ketika mengenakan rompi bertuliskan PRESS sebesar itu.
Terlebih, ia ditembak dalam keadaan sedang tidak ada konfrontasi antara pihak Israel dan Palestina, kedua belah pihak yang sedang berkonflik. Karenanya, bisa kita perkirakan bahwa tentara Israel memang mengincar tentara, sebab peristiwa penembakan jurnalis ini bukan yang pertama kali terjadi. Kejadian serupa juga terjadi di 2018.
Banyak pihak mengutuk pembunuhan Abu Akleh. Pihak-pihak yang menuntut dilakukannya investigasi dalam peristiwa ini juga tidak kalah banyaknya. Kolega-koleganya di AlJazeera, Asosiasi Jurnalis Arab dan Timur Tengah, hingga masyarakat umum Palestina merupakan contoh kecil dari banyaknya pihak yang menuntut dilakukannya investigasi dan mengutuk peristiwa ini.
Setiap manusia sudah seharusnya bisa merasakan rasa aman ketika menjalankan pekerjaannya. Tidak terkecuali koresponden perang seoerti Abu Akleh. Memang, tidak bisa dimungkiri bahwa pekerjaannya berisiko. Akan tetapi, fakta bahwa ia bahkan ditembak tanpa adanya konfrontasi memunculkan sebuah pertanyaan: apakah kebebasan dan hak hidup jurnalis perang masih dijamin?
Sebenarnya, Konvensi Jenewa sudah mengatur mengenai hal ini. Jurnalis perang adalah pihak yang tidak boleh dilukai dalam perang. Peristiwa pembunuhan Abu Akleh jelas tidak sesuai dengan aturan ini. Kita juga tidak dapat menyangkal bahwa kejadian ini menciderai nama HAM.
Dari sini, kita harus memahami bahwa di balik rompi pers yang ia kenakan, Abu Akleh tetaplah manusia. Maka, kita juga harus menghormatinya sebagai manusia. Manusia yang berhak hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Comments