top of page
Search

Kita Adalah Sisifus, Mendorong Batu Bernama Rutinitas

  • Writer: Pambayung
    Pambayung
  • Jun 4, 2022
  • 2 min read

Bandingkan tiga sekuens ini:

Bangun, mandi, menonton Spongebob Squarepants, berangkat sekolah, belajar, pulang, bermain, tidur, ulangi.

Bangun, buka laptop, ikut kelas online, jalan-jalan bersama teman-teman, pulang, mengerjakan tugas, tidur, ulangi.

Bangun, tergesa mandi, berangkat kerja, macet, sampai tempat kerja, dimarahi bos, kerja, pulang, macet, tidur, ulangi.

Begitu terus sampai mati(?)


Semakin kita bertumbuh, sekuens sehari-hari kita semakin pucat, membosankan, dan distopik. Melakukan keseharian dan rutinitas yang sama, itu-itu saja, berulang-ulang, setiap hari. Satu dua hari mungkin ada variasi, tapi selebihnya jangan harap.


Tawa yang pecah sekali dua kali, lalu kembali ke rutinitas yang harus dijalani. Pelan tapi pasti, hari berjalan lagi, pelan-pelan mengikis kewarasan diri. Tapi, apa kita punya pilihan?


Pikiran ini mengingatkanku pada Sisifus. Tokoh mitologi Yunani ini menjadi gambaran tentang alegori manusia yang menjalankan rutinitas sehari-hari, nampaknya tanpa ujung.



ree

Sisifus dulunya adalah seorang Raja. Karena kecerdasannya, ia dua kali menghindari kematian. (Kalian bisa membaca kisah lengkapnya di sini atau videonya di sini). Karena hal ini, ia dihukum Zeus untuk mendorong batu ke puncak sebuah bukit. Sebuah hukuman yang cukup jelas, gamblang, straighforward.


Tapi, setiap kali Sisifus hampir mencapai puncaknya, batu itu menggelinding ke bawah. Dan ia harus mengulanginya. Lagi. Dan lagi. Selama-lamanya.


Itulah yang mungkin banyak dari kita rasakan. Kita, yang pelan-pelan dibunuh rutinitas, mulai mempertanyakan "Harusnya hidup lebih dari ini, bukan?". Hidup harusnya lebih bermakna dari sekadar menunggu mati dengan rutinitas sehari-hari yang membosankan. Mau sampai kapan Kamu mendorong batumu?


Kita tak ubahnya Sisifus yang mendorong batu bernama keseharian, dengan tertatih dan berpincang-pincang. Hanya supaya batu bernama rutinitas itu menggelinding turun. Dan kamu harus mengulanginya esok pagi. Dari awal.


Tapi, setidaknya, Sisifus punya alasan untuknya mendorong batu itu: menjalani hukuman. Ia juga punya tujuan: puncak bukit. Sedangkan, Kamu?


Mau Kamu dorong kemana batumu? Dan, yang lebih penting, kenapa?

 
 
 

Comments


bottom of page