Aku
- Pambayung
- Apr 7, 2022
- 2 min read
Percakapan bodoh
Aku teringat sebuah peristiwa waktu aku kecil. Aku ingat betul. Ada salah seorang kawanku, yang dengan kepolosan khas anak-anak, menjahiliku dengan pertanyaan sederhana.
"Ghulam, 'kamu' itu yang mana?"
Spontan aku menunjuk dadaku sendiri.
"Ini aku." ujarku saat itu.
"Lho itu dadamu, bukan kamu."
Aku terdiam sebentar. Dia tersenyum penuh kemenangan karena sudah membuatku bingung.
"Hmmmmm ini?" kataku sambil menunjuk kepala. Tempat otak, pilot dari seorang "aku" berada.
"Lho itu kepalamu." jawabnya dengan senyum yang semakin lebar.
"Ya, ini 'aku'. Seluruh badanku." jawabku protes.
"Lho itu tubuhmu, bukan 'kamu' yang aku maksud."
Percakapan itu berlanjut sampai beberapa kalimat lagi, dan berakhir dengan aku yang sangat bingung. Siapa sebenarnya "aku" ini?
Binatang Jalang
Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Dari beberapa puisi yang aku suka, puisi "Aku"-nya Chairil Anwar mungkin yang paling sering aku baca. Dari buku biografinya, aku membaca kalau puisi itu ia bikin untuk ibunya. Untuk menegaskan bahwa "Aku"-nya Chairil Anwar sudah berbeda dengan "Chairil Anwar" yang ada dalam benak ibunya. Kurang lebih seperti itu.
Ia menegaskan bahwa "Aku" yang dimaksud di sini sudah berubah. "Aku" yang sekarang adalah Binatang Jalang. "Aku" yang sekarang tidak mau dirayu. "Aku" yang sekarang tidak peduli. "Aku" yang sekarang ingin hidup seribu tahun lagi.
"Aku" di sini adalah identitas individualistik dari "Aku" itu sendiri. Ia bisa menjawab pertanyaan "Siapa kamu?" dengan "Binatang Jalang yang terbuang dari kumpulannya".
Yang hidup dan yang mati
Ada sebuah proposisi filsafat yang mengatakan bahwa "Aku" adalah yang hidup dalam pemikiran orang lain. Dalam proposisi ini, orang tidak pernah benar-benar mati. Karena ingatan mengenai orang itu masih akan hidup di pikiran orang-orang yang mencintainya. Ke-"Aku"-an seseorang tidak akan pernah mati selama orang itu masih diingat dan dikenang.
Terlalu banyak orang yang mengeluh padaku bahwa mereka tidak ingin lagi hidup. Mereka ingin mati. Mereka ingin mati, tanpa mengetahui bahwa kematian mereka membuat mereka semakin hidup. Setidaknya dalam pikiranku. Dalam "Aku"-ku.
Dalam hal ini, "Aku" bukan hanya sebuah jawaban dari pertanyaan "Siapa kamu?". Ia bukan lagi persoalan identitas. Ia menjadi entitas. Entitas yang hidup.
Ada "Aku"-ku di dalam "Aku"-mu. Ada aku dalam dirimu. Dan sebaliknya, ada dirimu dalam aku. Aku. Yang mati mencintaimu.
Comments